Cerita Hilangnya Dompet Menjelang Natal
Suami saya biasa pulang dari toko
sekitar pukul 18.00, tapi hari itu suami saya sedikit terlambat. Saat membuka
pintu, saya sudah tahu ada sesuatu yang nggak
beres. Wajahnya tidak secerah biasanya saat anak saya menyambutnya pulang kerja.
Lalu, tahulah saya bahwa dompetnya terjatuh di jalan raya saat akan membeli
makanan. Suami saya biasa mengendarai motor untuk ke tempatnya bekerja. Dia
sudah mencoba hingga berkali-kali mencari di sepanjang jalan tapi dompetnya juga
nggak ketemu.
Kalau dompet hilang, masalah yang
terpenting adalah mengurus surat-surat hilang juga ATM. Di dalam dompet suami
saya, selain uang juga ada surat-surat penting, seperti identitas diri, SIM,
STNK, dan ATM. Seingat suami saya, uang yang ada di dompet suami saya sekitar
Rp. 300.000,-.
Buat suami saya yang bekerja dari
senin-minggu (sibuklah...) mengurus surat-surat adalah hal yang merepotkan.
Terutama mengurus ATM yang harus ke kantor polisi untuk membuat laporan
kehilangan. Sebelumnya, harus mengurus KTP yang kita sempat trauma buat ngurus.
Karena, sebelum kita punya KTP yang sekarang, kita perna ngantri KTP sampai
setahun. SIM dan STNK ngurusnya juga perlu KTP.
Saat itu, saya diminta suami saya
buat blokir ATM, tidak bisa karena itu atas nama suami jadi dia sendiri yang
nge-blokir. Puji Tuhan, uang di bank masih utuh. Suami saya sedikit lega.
Sekarang yang menjadi masalah adalah bagaimana mengurus semua surat-surat dari
awal lagi. Menurut suami saya, uang hilang bukan masalah, yang penting adalah
surta-suratnya. Karena, suami saya cukup sibuk dengan pekerjaan di toko.
Disaat seperti itu, suami saya
minta untuk ditinggalkan sendiri. Sepertinya dia mau berdoa (jarang-jarang nih
kaya gini πππ). Setelah berdoa suami saya terlihat lebih lega dan kami tidak
terlalu membahas lagi masalah dompet. Paginya, suami saya cerita bahwa dia
tidur sedikit gelisa karena mikirin dompetnya. Kasihan, pikir saya.πππ
Seperti biasa walaupun sedang kerja,
suami saya sesekali menghubungi saya lewat Line. Sekedar tanya soal Gita atau tanya, apakah saya mau nitip sesuatu?. Biasanya saya juga bakal tanya hal ini dan itu. Tapi, saya
sama sekali tidak menanyakan perihal dompet itu. Jadi kita hanya chat seperti biasa saja. Soal, jam berapa Gita bangun, apa hari ini dia makan banyak dan pertanyaan yang sejenis.
Saat pulang, suami saya wajahnya
terlihat berseri-seri. Dia bercerita bahwa pagi-pagi ada seorang laki-laki yang menunggu
suami saya di depan rumah papa-mama mertua. Alamat KTP di dompet suami saya
adalah alamat mertua saya. Orang tersebut mengembalikan dompet suami saya
sambil bercerita bahwa dia sudah bolak-balik kembali ke rumah itu tapi tidak
ada orang yang membuka pintu. Suami saya sesaat memeriksa dompetnya, semua
utuh. Termasuk uang Rp. 400.000,- yang tadinya dikira suami saya Rp. 300.000,-
di dompetnya.
Suami sempat ragu ketika akan
memberikan semua uang yang ada di dompet itu pada laki-laki yang sudah
mengembalikan dompet itu. Dengan tekat yang kuat dia akhirnya memberikan semua
uangnya.
Si laki-laki tanya,“ikhlas ini,pak?”
Suami saya jawab, bahwa dia sudah
janji sama Tuhan untuk kasih semua uang yang ada di dompet untuk orang yang
mengembalikan dompet itu.
Yang awalnya dia kira Rp. 300.000,- tapi ternyata Rp.
400.000,-. Hati suami saya sempat ingin hanya memberikan Rp. 300.000,- tapi dia
ingat janjinya akan memberikan semuanya, jadi akhirnya dia tepati janji itu.
Suami saya merasa bahwa dia
mendapat kado Natal dari Tuhan melalui kejadian ini. Dia tidak perlu
repot-repot untuk mengurus surat-surat. Tidak perlu kehilangan waktu untuk
bolak-balik mengurus ini itu. Dalam hal ini saya yakin saumi saya sedang
belajar dan diuji. Pertama dia belajar untuk lebih hati-hati. Kedua dia belajar
untuk berdoa dan percaya pada Tuhan tanpa keraguan dan ketiga dia belajar untuk
rela dan menepati janji.
Bukan hanya suami saya yang
belajar, tapi saya juga belajar. Selain ketiga hal yang sudah saya sebut diatas
ada hal lain yang saya dapat dan pelajari. Saya menganggap bahwa apa yang saumi
saya alami adalah mujizat, karena di Jakarta apa lagi daerah suami saya
bukanlah lokasi yang aman alias rawan tindak kriminalitas. Kemungkinan dompet
itu kembali adalah 1.000:1. Apa lagi kembali dalam keadaan lengkap. Tapi,
nyatanya dompet itu kembali juga. Suami saya menunjukkan pada saya agar untuk
melibatkan Tuhan dalam persoalan saya dan apa pun yang saya anggap tidak
mungkin, bisa mungkin untuk Tuhan.
Mungkin orang pikir ini adalah
kebetulan tapi saya meyakini ini bukanlah kebetulan, karena bukan hanya sekali
Tuhan menolang saya dan suami saya. Saya rasa di dunia ini memang tidak ada
kebetulan.
Saat menuliskan ini, saya
berfikir, kalau ada orang yang baca ini bagaimana mereka nanti menilai saya. Saya
takut dianggap sok suci atau sok rohani. Tapi, saya pikir itu adalah ujian
saya. Yang terpenting saya menuliskan kebenaran. Saya dan suami bukanlah orang
yang 100% sempurna dan baik. Kami berdua hanya mencoba dan berusaha melakukan
apa yang kami mampu.
Semoga kesaksian yang saya tulis ini bisa memberkati siapa pun yang membaca.
Komentar
Posting Komentar
THANK YOU BUAT KOMENTARNYA :)