Kisah Orang Pertama Di Asia Tenggara Menaklukan Gunung Everst


Sumber Gambar Blog Garuda Militer
Baru-baru ini, dalam sebuah debat tim sukses capres dan cawapres, salah satu kubu mengklaim bahwa pada tahun 1997, capresnya beserta timnya, merupakan orang Asia Tenggara pertama yang mampu menaklukan Gunung Everest. Orang pertama dan tidak pernah ada sebelumnya dari Asia Tenggara yang pernah menaklukan gunung tertinggi di dunia ini. Nyatanya, dari penelusuran saya di berbagai media online, orang pertama dari Asia Tenggara yang pernah menaklukan Gunung Everest bukanlah capres dan timnya kala itu. 

Sebelumnya, saya jelaskan bahwa tulisan saya ini non-politik. Artinya saya tidak sedang membahas masalah politik. Juga, tidak ada kaitannya dengan politik.

Penakluk Everst Pertama yang Sesungguhnya
Sebuah kebanggaan, bahwa penakluk Gunung Everest adalah seorang wanita. Namanya Clara Sumarwati, lahir di Yogjakarta pada 06 Juli 1967. Anak ke 6 dari 8 bersaudara. Ibu Clara pernah menempuh pendidikan di Universitas Atmajaya Yogyakarta Jurusan Psikologi Pendidikan

Kecintaanya pada pendakian gunung dimulai saat dia bergabung dengan Resiman Mahasiswa Jayakarta, Batalion 11 Universitas Atmajaya. Sejak itu, Ibu Clara sudah berhasil mejelajahi berbagai pegunungan seperti, pada tahun 1991 puncak Annapurna IV (7.535 meter) di Nepal dan pada tahun 1993, puncak Aconcagua (6.959 meter) di pegunungan Andes, Amerika Selatan. 

Pada tahun 1994, Ibu Clara bersama lima orang Tim PPGAD (Perkumpulan Pendaki Gunung Angkatan Darat) pernah mencoba untuk ke puncak Gunung Everest namun hanya sampai 7000 meter karena terhalang kondisi medan yang berat. Diceritakan pula bahwa sebelum mendaki gunung dia dilatih secara militer. Bisa dibayangkan, bagaimana berat perjuangan dan semangat Ibu Clara untuk bisa naik ke puncak Gunung Everest. 

Kegagalan pertama Ibu Clara tidak membuatnya patah semangat dan semakin bulat tekatnya untuk mengibarkan bendera merah putih di gunung tertinggi di dunia itu. Pada tahun 1995, Ibu Clara berencana untuk kembali mendaki ke puncak Gunung Everest dan mengibarkan bendera merah putih bertepatan dengan peringatan 50 tahun kemerdekaan Indonesia. Untuk pendakian tersebut Ibu Clara membutuhkan dana sebesar 500 juta. Ibu Clara menghubungi 12 perusahaan untuk mencari sponsor namun tidak mendapat tanggapan positif. Bahkan ada perusahaan yang meragukan kemampuan Ibu Clara sehingga tidak mau meberikan sponsor. 

Salah satu sponsor yang dihubungi Ibu Clara kala itu adalah Panitia Ulang Tahun Emas Kemerdekaan Republik Indonesia, yang dibawahi oleh Sekretariat Negara. Pada bulan Agustus 1995, Ibu Clara dipanggil menghadap untuk meyetujui pemberian sponsor ekspedisi ke puncak Gunung Everest. Maka, Ibu Clara membuat rencana untuk pergi ke puncak Gunung Everest di bulan Juli 1996. Pengunduran waktu ini ternyata bisa dibilang sebagai keberuntungan, karena pada tahun 1995 terjadi badai besar di Pegunungan Himalaya yang menewaskan 208 pendaki dari berbagai negara. Seandainya tahun 1995, Ibu Clara mendapat sponsor dan jadi pergi di tahun 1995, mungkin sekarang namanya tidak akan pernah tercatat sebagai pendaki Gunung Everest pertama dari Asia Tenggara. 

Sebelum mendaki Gunung Everest, Ibu Clara melakukan berbagai latihan fisik. Hampir setiap hari, pukul 07.00, selama 2 jam, Ibu Clara lari mengelilingi lapangan Senayan Jakarta dengan pengawasan Gibang Basuki, anggota Komando Pasukan Khusus berpangkat Sersan Dua. Selain itu, Ibu Clara rutin mengunjungi pusat kebugaran Hotel Grand Hyatt Jakarta. Untuk membiasakan tubuh dengan udara dingin dan salju, Ibu Clara berendam di kolam renang Senayan. Setiap bulan, Bu Clara berlatih naik-turun gunung dengan membawa beban. 

Bulan Juli 1996, Ibu Clara bersama timnya berangkat menuju Nepal melalui Jerman dan mengurus perijinan di Cina untuk masuk ke Nepal. Singkat cerita, selama perjalan ekspedisi menaklukan Gunung Everest, Ibu Clara mengalami berbagai kesulitan dan tetap melakukan berbagai latihan untuk menuju puncak tertinggi di dunia. Bahkan Ibu Clara sempat mengalami Hipoksia atau pusing karena kekurangan oksigen. 


Selama pendakian Ibu Clara dan pembimbingnya, Gibang Basuki didampingi oleh empat Sherpa. Total Sherpa yang disewa adalah 12 orang, yang 8 orang sudah jalan mendahului mereka. Sherpa ini adalah pemandu di Gunung Everest. Pada tanggal 26 September 1996, Ibu Clara tercatat berhasil menaklukan Gunung Everest. Kisah lengkap dari pendakian Ibu Clara bisa kunjungi di blog Garuda Militer (klik disini)

Pada tahun 1997, dikisahkan bahwa Ibu Clara pertama kali masuk RSJ. Gangguan jiwa yang dialami oleh Ibu Clara selain diduga karena prestasinya yang tidak dihargai juga kemungkinan karena saat melakukan pendakian di Gunung Everest Ibu Clara sempat membuka tabung oksigen. 

Selama di RSJ, beliau kerap bercerita pada tenaga medis disana mengenai kisah pendakiannya ke Gunung Everest. Tetapi, ceritanya hanya dianggap khayalan. Di tahun 2009, saat Ibu Poppy Safitri dari Tim Pelopor dari Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga mendapat tugas mengajari tari di RSJ tempat Ibu Clara. Ibu Poppy Safitri bertemu dengan Ibu Clara, disitulah diketahui bahwa kisah pendakian Ibu Clara ke Gunung Everest terungkap sebagai kenyataan bukan khayalan Ibu Clara. 

Perjuangan dan prestasi Ibu Clara sempat diragukan oleh berbagai kalangan di Indonesia karena disebutkan bahwa beliau tidak memiliki bukti-bukti yang menunjang seperti foto dan video. Kenyatanya, nama Ibu Clara dan tanggal pencapainnya tercatat pernah menaklukan Gunung Everest. Pencapaian tersebut terdapat pada buku Everest karya Walt Unsworth (1999), Everest: Expedition to the Ultimate karya Reinhold Messner (1999) dan website EverestHistory.com

Print Screen dari Website Tiledevil.co.uk, Ibu Clara berada di nomor 671

Print Screen dari Website EverestHistory.com, Ibu Clara berada di Nomor 88.
Kini, diakhir tahun 2018, nama Ibu Clara kembali disebut-sebut, diingat dan dipercayai bahwa beliau adalah penakluk Gunung Everest pertama dari Asia Tenggara yang sempat mendapat penghargaan Bintang Narayan dari pemerintah. Kisah kehebatannya kembali dibicarakan dan dibanggakan. Terlepas dari keraguan yang pernah terjadi di masa lalu, kini dia telah dipercaya sebagai atlet yang membanggakan dan patut dipertimbangkan. Bahkan, kisahnya kini bisa dijadikan sebagai inspirasi, bahwa perjuangan tidak akan sia-sia akan menghasilakan buah yang manis. Waktu akan membuktikan sebuah kebenaran akan sebuah perjuangan.

Sumber:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Tinggal Di Gading Nias Residence – Apartemen Paling Murah Di Kelapa Gading

Resensi Drama Korea Innocent Man (2012): Pengorbanan Dan Penghianatan Cinta

Hijo De La Luna “Putra Rembulan”